Bab : Sunnah Berjabat Tangan, Bermuka Manis Saat Bertemu, dan Mencium Tangan Orang Shalih, Mencium Anak Kecil
Hadits No 894
Dari Shafwan bin Assal radliyallaahu ‘anhu berkata,
“Seorang Yahudi berkata kepada temannya,”Mari kita pergi bertemu Nabi itu”. Kemudian pergilah keduanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan menanyakan tentang sembilan ayat. Setelah dijawab oleh beliau, mereka lalu mencium tangan dan kaki beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata,”Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar seorang Nabi” (HR. Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih).
Keterangan :
Semua sanad hadits tersebut hanya satu yaitu dengan melalui seorang perawi yang bernama Abdullah bin Salimah. Aku katakan (yaitu Syaikh Al-Albani) : “Bahwa ia didla’ifkan oleh semua ahli hadits yang terpercaya, seperti Imam Ahmad, Syafi’i, Imam Bukhari, dan yang lainnya.
Juga didla’ifkan oleh penyusun kitab ini (kitab Riyaadlush-Shaalihiin). Az-Za’ila’i menukil dalam kitab Nasbur-Rayyah (4/258) dari An-Nasa’i, beliau berkata (tentang hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi),”Hadits tersebut munkar”. Al-Hafidh berkata (dalam kitab Takhrij Al-Ahaadits Al-Kasyaf),”Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ahmad, Ishaq, Abu Ya’la, dan Ath-Thabarani melalui seorang perawi yang bernama Abdullah bin Salimah. Ketika usia lanjut, hafalannya sangat buruk, sehingga sanad hadits tersebut dla’if”.
Lihat Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 30; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 889; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 889.
Hadits No 895
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma bercerita, yang akhirnya ia berkata,
“Maka kami mendekat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mencium tangannya” (HR. Abu Dawud).
Keterangan :
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Yazid bin Abi Ziyad Al-Hasyimi. Al-Hafidh berkata,”Ia adalah orang yang lemah dalam periwayatan hadits. Ketika lanjut usia ada perubahan pada dirinya”. Akan tetapi ada beberapa hadits shahih lain yang menjelaskan tentang adanya mencium tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, maka ditetapkan bolehnya mencium tangan seorang yang alim atau bertaqwa, sepanjang perbuatan tersebut tidak menjadi suatu kebiasaan. Hadits-hadits tersebut seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adaabul-Mufrad hadits nomor 975 dan Sunan Abu Dawud hadits nomor 5225. Kedua hadits tersebut dla’if, tetapi ada syahid lainnya seperti di Adabul-Mufrad hadits nomor 587 dengan sanad hadits maqbul (dapat diterima), sehingga status hadits dengan adanya syahid hadits lainnya menjadi hasan, insyaAllah.
Lihat Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 890; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 890.
Hadits No 896
Dari Aisyah radliyallaahu ‘anha berkata,
“Zaid bin Haritsah datang ke kota Madinah, sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di rumahku. Kemudian Zaid mengetuk pintu, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun segera bangun menyambutnya dengan mengenakan kainnya, kemudian Zaid memeluk dan menciumnya’ (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”).
Keterangan :
Dalam sanad hadits ini ada dua orang perawi yang dla’if, yaitu Ibrahim bin Yahya dan bapaknya. Ada juga perawi lainnya yang bernama Muhammad bin Ishaq, seorang perawi mudallis yang terkenal (perawi yang menyembunyikan atau menghilangkan cacat yang menimbulkan persangkaan bahwa hadits tersebut tidak mempunyai cacat) dan kadangkala ia meriwayatkan hadits secara mu’an’an (hadits yang diriwayatkan dengan memakai kata ‘an – “dari”).
Lihat Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 516; Al-Misykah hadits nomor 4682; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 891; Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 891.
Bab : Apa yang Dibaca oleh Orang yang Putus Asa dalam Kehidupan
Hadits No 917
Dari Aisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata,
“Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika beliau hampir wafat, di sisinya ada sebuah wadah berisi air, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah tersebut, kemudian mengusap mukanya dengan air sambil memebaca : Allaahumma a’innii ‘alaa ghamaraatil-mauti wa sakaraatil-maut (= Ya Allah, berilah pertolongan kepadaku dalam beratnya kematian dan sakaratul-maut)” (HR. Tirmidzi).
Keterangan :
Hadits ini dla’if dari segi lafadh, karena ada perawi (dalam sanadnya) yang bernama Musa bin Sarjis, seorang yang majhul (tidak dikenal identitasnya). Lafadh hadits tersebut juga berlawanan dengan matan (redaksi) hadits shahih riwayat Al-Bukhari,
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : Laa ilaaha illallaah, inna lil-mauti sakaraat (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, sesungguhnya pada kematian itu ada sakarat (rasa sakit yang sangat)” (HR. Bukhari).
Lihat Al-Misykah hadits nomor 1564; Dla’iif Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 164; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 912; dan Takhrij Riyaadlush-Shalihiin hadits nomor 912.
Bab : Segera Membayar Hutang Si Mayit
Hadits No 951.
Dari Hushain bin Wahwah radliyallaahu ‘anhu berkata,
“Ketika Thalhah bin Al-Bara’ sedang sakit, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam datang menjenguknya. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Aku perhatikan keadaan Thalhah mungkin akan segera wafat. Oleh karena itu, jika ia wafat maka segera beritahu aku, dan segerakan merawat jenazahnya. Karena jenazah seorang muslim tidak layak ditahan di rumah keluarganya” (HR. Abu Dawud).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada perawi yang bernama ‘Urwah – atau Azrah bin Sa’id Al-Anshari dari bapaknya. Keduanya (‘Urwah dan Sa’id Al-Anshari), identitasnya tidak diketahui, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Hafidh dalam kitabnya At-Taqrib.
Lihat Ahkaamul-Janaaiz (cetakan lama halaman 13 dan cetakan baru halaman 24); Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 3232; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 944; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 944.
Bab : Apa yang Dibaca Jika Turun atau Berhenti pada Suatu Tempat
Hadits No 990.
Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam jika dalam bepergian dan tiba waktu malam, maka beliau membaca : Yaa Ardl, rabbii warabbukillahu, a’uudzubillaahi min syarriki wa syarri maa fiiki, wa syarri maa khuliqa fiiki, wa min syarri maa yadibbu ‘alaiki, wa a’uudzubika min asadin wa aswada, wa minal-hayyati wal-‘aqrabi wa min-saakinil-baladi, wa min waalidin wa maa walad (Wahai bumi,…Rabbku dan Rabbmu adalah Allah, aku berlindung kepada Allahdari bahayamu dan dari bahaya yang ada di dalammu, dan bahaya yang dijadikan padamu, dan semua bahaya yang melata di atasmu. Aku juga berlindung dari bahaya singa dan manusia, dari ular dan kalajengking, dan dari bahaya jin, iblis, dan syaithan” (HR. Abu Dawud).
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena ada dua perawi yang bermasalah.
Pertama, Az-Zubair bin Walid Asy-Syaami. An-Nasa’I berkata,”Ia tidak aku ketahui kecuali lewat periwayatan hadits ini”.
Kedua, Syuraih bin ‘Ubaid, ia menyendiri dalam periwayatan haditsnya, dan tidak diketahui identitasnya, sebagaimana dijelaskan dalam kitab riwayat kehidupan (biografi) para perawi. Hal yang mengherankan, bagaimana bisa Al-hakim menshahihkannya dan Adz-Dzahabi menguatkannya, sedangkan Al-Hafidh (Ibnu Hajar) menghasankannya.
Disebutkan juga periwayatan hadits lainnya sebagai syahid hadits tersebut, dari ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam Amalul-Yaum wal-Lailah hadits nomor 528; hadits itu ada keraguannya, karena matan (redaksi) hadits tersebut redaksinya lain dan sanadnya dla’if, karena ada perawi yang bernama ‘Isa bin Maimun.
Lihat Silsilah Adl-Dla’ifah hadits nomor 4837; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 983; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 983.
Bab : Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Hadits No 1007.
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
ﺏﺮﺨﻟﺍ ﺖﻴﺒﻟﺎﻛ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻦﻣ ﺀﻲﺷ ﻪﻓﻮﺟ ﻲﻓ ﺲﻴﻟ ﻱﺬﻟﺍ ﻥﺇ
“Sesungguhnya seseorang yang di dalam dadanya (dirinya) tidak ada sesuatupun dari Al-Qur’an, maka ia bagaikan rumah yang rusak/kosong” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan shahih”).
Keterangan :
Hadits ini sanadnya dla’if, karena ada perawi yang bernama Qabus bin Abi Zhibyan, orang yang dla’if haditsnya, sebagaimana Al-Hafidh mendla’ifkannya dalam kitab At-Taqrib.
Lihat Al-Misykah hadits nomor 2135; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1000; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1000.
Bab : Anjuran untuk Membaca Beberapa Surah dan Ayat-Ayat Secara Khusus
Hadits No 1028.
Dari Abu Darda’ radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﻝﺎﺟﺪﻟﺍ ﻦﻣ ﻢﺼﻋ ﻒﻬﻜﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ ﻝﻭﺃ ﻦﻣ ﺕﺎﻳﺁ ﺮﺸﻋ ﻆﻔﺣ ﻦﻣ
“Barangsiapa menghafal sepuluh ayat dari awal surah Al-Kahfi, maka dia akan dilindungi dari Dajjal”
Dalam riwayat lain :
ﻒﻬﻜﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ ﺮﺧﺁ ﻦﻣ
“Sepuluh ayat terakhir surah Al-Kahfi” (HR. Muslim).
Keterangan :
Hadits dalam riwayat lain : ﻒﻬﻜﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ ﺮﺧﺁ ﻦﻣ adalah syadz, karena matan hadits yang sesuai dengan riwayat yang benar adalah ﻒﻬﻜﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ ﻝﻭﺃ ﻦﻣ (Sepuluh ayat pertama surah Al-Kahfi). Syahid hadits ini juga terdapat dalam riwayat Muslim yang diriwayatkan oleh An-Nawas bin Sam’an radliyallaahu ‘anhu, yaitu :
ﻒﻬﻜﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ ﺢﺗﺍﻮﻓ ﻪﻴﻠﻋ ﺃﺮﻘﻴﻠﻓ ﻢﻜﻨﻣ ﻪﻛﺭﺩﺃ ﻦﻤﻓ
“Barangsiapa dari kalian yang mendapatinya (gangguan Dajjal), hendaknya membaca awal Surah Al-Kahfi”.
Imam An-Nawawi juga mencantumkan hadits syahid tersebut pada nomor 1817.
Lihat Silsilah Ash-Shahiihah hadits nomor 582; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1021.
Bab : Keutamaan Wudlu
Hadits No 1031.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata,
”Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﺭﺎﺛﺁ ﻦﻣ ﻦﻴﻠﺠﺤﻣ ﺍﺮﻏ ﺔﻣﺎﻴﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﻥﻮﻋﺪﻳ ﻲﺘﻣ ﻥﺇ
ﻪﺗﺮﻏ ﻞﻴﻂﻳ ﻥﺃ ﻢﻜﻨﻣ ﻉﺎﻂﺘﺳﺍ ﻦﻤﻓ ﺀﻮﺿﻮﻟﺍ
ﻞﻌﻔﻴﻠﻓ
“Sesungguhnya umatku pada hari kiamat akan dipanggil dengan cahaya putih berseri-seri (di wajah dan kaki) karena bekas wudlu'; maka barangsiapa yang ingin memperpanjang/memperlebar cahayanya, hendaklah ia melakukannya” (Muttafaqun ‘alaih).
Keterangan :
Lafadh hadits :
ﻞﻌﻔﻴﻠﻓ ﻪﺗﺮﻏ ﻞﻴﻂﻳ ﻥﺃ ﻢﻜﻨﻣ ﻉﺎﻂﺘﺳﺍ ﻦﻤﻓ
adalah mudraj (= perkataan perawi yang disisipkan dalam hadits). Syaikh Al-Albani menjelaskan bahwa redaksi hadits tersebut merupakan ucapan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anh, sebagaimana dipertegas oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dengan perkataannya : “Tambahan redaksi hadits tersebut berasal dari ucapan Abu Hurairah, bukan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dijelaskan oleh kebanyakan ahli hadits lainnya”.
Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 1030; Al-Irwaa’ hadits nomor 94; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1024; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1024.
Hadits No 1039
Dari Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
: ﻝﻮﻘﻳ ﻢﺛ ﺀﻮﺿﻮﻟﺍ – ﻎﺒﺴﻴﻓ – ﻎﻠﺒﻴﻠﻓ ﺄﺿﻮﺘﻳ ﺪﺣﺃ ﻦﻣ ﻢﻜﻨﻣ ﺎﻣ
ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ﻩﺪﺒﻋ ﺍﺪﺤﻣ ﻥﺃ ﺪﻬﺷﺃﻭ ﻪﻟ ﻚﻳﺮﺷ ﻻ ﻩﺪﺣﻭ ﷲﺍ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ ﻥﺃ ﺪﻬﺷﺃ
ﺀﺂﺷ ﺎﻬﻳﺃ ﻦﻣ ﻞﺧﺪﻳ ﺔﻴﻧﺎﻤﺜﻟﺍ ﺔﻨﺠﻟﺍ ﺏﺍﻮﺑﺃ ﻪﻟ ﺖﺤﺘﻓ ﻻﺇ
“Tidak seorang pun dari kamu yang berwudlu lalu dia bersungguh-sungguh – atau menyempurnakan – wudlunya, kemudian berdoa : Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq (benar) kecualai Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusanNya; melainkan akan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan. Ia boleh masuk dari pintu mana saja yang ia suka” (HR. Muslim).
Tirmidzi menambahkan :
ﻦﻳﺮﻬﻄﺘﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻨﻠﻌﺟﺍﻭ ﻦﻴﺑﺍﻮﺘﻟﺍ ﻦﻣ ﻲﻨﻠﻌﺟﺍ ﻢﻬﻠﻟﺍ
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci“
Keterangan :
Hadits di atas adalah shahih. Namun yang akan dibicarakan di sini adalah tambahan dalam riwayat lain : ﻦﻴﺤﻟﺎﺼﻟﺍ ﻙﺩﺎﺒﻋ ﻦﻣﻭ (….dan jadikanlah aku termasuk hamba-hambaMu yang shalih) adalah tambahan yang tidak ada asal-usul sanad dan riwayatnya (Laa ashlaalahu).
Lihat Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1032. Syaikh Al-Albani juga menjelaskan dalam takhrijnya terhadap kitan Riyaadlush-Shaalihiin.
Bab : Keutamaan Berjalan ke Masjid
Hadits No 1067
Dari Abu Sa’id Al-Khudry radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﻥﺎﻤﻳﻹﺎﺑ ﻪﻟ ﺍﻭﺪﻬﺷﺎﻓ ﺪﺟﺎﺴﻤﻟﺍ ﺩﺎﺘﻌﻳ ﻞﺟﺮﻟﺍ ﻢﺘﻳﺃﺭ ﺍﺫﺇ
: ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲﺍ ﻝﺎﻗ
ﺔﻳﻵﺍ [[ إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ]]
“Apabila kalian melihat seseorang yang secara rutin mendatangi masjid maka bersaksilah untuknya dengan keimanan. Allah ta’ala telah berfirman : Sesungguhnya yang memakmurkan masijid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir1” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata : Hadits hasan).
Keterangan :
Sanad hadits di atas adalah dla’if, karena ada seorang perawi yang bernama Darraj Abu As-Samah (periwayatannya dari Abu Al-Haitsam adalah dla’if). Ia juga banyak meriwayatkan hadits-hadits munkar, sebagaimana yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi : “Darraj adalah orang yang banyak meriwayatkan hadits-hadits munkar”. Akan tetapi hadits tersebut mempunyai atau mengandung matan yang shahih, seperti pada ayat yang disebutkan pada hadits tersebut.
Lihat Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 490, 600, 601; Dla’if Sunan Ibnu Majah hadits nomor 172; Dla’if Al-Jami’ Ash-Shaghir hadits nomor 509; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1060.
Catatan kaki :
1 QS. At-Taubah ayat 18.
Bab : Keutamaan Barisan Pertama pada Shalat dan Perintah untuk Meluruskan Serta Merapatkan Shaff
Hadits No 1101.
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa dia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
ﻑﻮﻔﺼﻟﺍ ﻦﻣﺎﻴﻣ ﻰﻠﻋ ﻥﻮﻠﺼﻳ ﻪﺘﻜﺋﻼﻣﻭ ﷲﺍ ﻥﺇ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat pada barisan yang sebelah kanan” (HR. Abu Dawud dengan sanad sesuai dengan syarat Muslim dan di dalamnya terdapat seseorang yang diperselisihkan tentang ketsiqahannya).
Keterangan :
Matan (redaksi) hadits tersebut syadz (bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat). Redaksi hadits tersebut (yang diriwayatkan oleh Mu’awiyyah bin Hisyam) bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat. Di samping itu, ia (mu’awiyyah) juga seorang yang lemah hafalannya. Al-Baihaqi berkata (di dalam As-Sunan Al-Kubra 3/103) : “Bila ditinjau dari sisi redaksi (matan) haditsnya, maka Mu’awiyyah meriwayatkannya secara menyendiri, dan saya menilai redaksi hadits tersebut tidak sah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Sedangkan lafadh matan yang sah/terjaga (mahfudh) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah :
ﻑﻮﻔﺼﻟﺍ ﻥﻮﻠﺼﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻥﻮﻠﺼﻳ ﻪﺘﻜﺋﻼﻣﻭ ﷲﺍ ﻥﺇ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mendoakan orang-orang yang menyambung shaf-shaf” (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Lihat Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 131; Dla’if Sunan Ibni Majah hadits nomor 209; Dla’iful-Jaami’ Ash-Shaghiir hadits nomor 1668; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1094.
Abu Al Jauzaa
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..