Bab : Muraqabah (Pengawasan)
Hadits No 67.
Abu Ya’la Syaddad bin Aus radliyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Orang yang sempurna akalnya adalah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Disamping itu, ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Keterangan :
Hadits ini sanadnya dla’if, karena ada seorang perawi yang bernama Abu Bakar Ibnu Abi maryam; dia kacau hafalannya setelah rumahnya kecurian.
Selanjutnya Adz-Dzahabi menolak dan mengkritiknya dengan berkata,”Demi Allah, Abu Bakar adalh orang yang suka menduga-duga dalam meriwayatkan hadits (rajulun waahin). Ada syahid untuk hadits tersebut dari Anas radliyallaahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-baihaqi dalam Syu’abul-Iman, tetapi beliau berkata,”tetapi dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Aun bin Ammarah, dia orang yang dla’if dalam periwayatannya”.
Lihat kitab Silsilah Ahaadits Adl-Dla’iifah hadits nomor 5319; Dla’if Al-Jaami’ Ash-Shaghiir no. 4305; Al-Misykah no. 5289; Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits no. 436; Dla’if Sunan Ibnu Majah hadits no. 930; Bahjatun-Naadhiriin hadits no. 66 oleh Syaikh Salim Al-Hilaly; Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits no. 66 oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth.
Hadits No 69.
Umar radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“seorang laki-laki tidak akan ditanya (tidak akan dituntut) : Mengapa ia memukul istrinya?” (HR. Abu Dawud dan lainnya).
Keterangan :
Sanad hadits ini dla’if, karena ada dua ‘illat (cacat); yaitu :
Pertama, pada riwayat Imam Ahmad tersebut perawinya bernama Dawud Al-Audi. Jika yang dimaksud adalah Dawud bin Yazid Al-Audi, maka ia orang yang tidak kuat dalam periwayatan hadits. Sedangkan pada riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah disebutkan Dawud bin Abdullah Al-Audi. Jika yang dimaksud adalah perawi ini, maka ia adalah orang yang tsiqah.
Kedua, baik riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, maupun Imam Ahmad, ada perawi lainnya yang bernama Abdurrahman Al-Musla, ia tidak diketahui identitasnya (majhul), sebagaimana yang dikatakan oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Mizaan.
Lihat kitab Irwaaul-Ghaliil hadits no. 2034; Dla’if Sunan Abi Dawud hadits no. 469; Dla’if Sunan Ibnu Majah hadits no. 431; Al-Misykah hadits no. 3268; Dla’iful-Jaami’hadits no. 6218; Bahjatun-Naadhiriin hadits no. 68; Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits no. 68.
Hadits No 94.
Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Segeralah beramal kebaikan sebelum datang tujuh perkara. Apakah yang kamu nantikan selain kemiskinan yang akan melupakan kamu dari kewajiban; atau kekayaan yang akan menimbulkan rasa angkuh yang melampaui batas; atau suatu penyakit yang merusak; atau masa tua yang menimbulkan pikun dan habis tenaga; atau kematian yang cepat; atau adanya Dajjal (penipu), maka ia sejahat-jahat yang dinantikan; atau datangnya hari kiamat, dan datangnya hari kiamat itu lebih berat dan lebih sukar” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Keterangan :
Sanad hadits ini dla’if sekali (dla’if jiddan), karena ada perawi yang bernama Muhriz bin Harun. Al-Hafidh dalam At-Taqrib mengatakan,”Dia orang yang matruk (ditinggalkan haditsnya, tidak boleh diambil)”. Al-Bukhari berkata,”Munkarul-hadiits”. Sedangkan Abu Hatim Ar-Raazi berkata,”Ia orang yang tidak kuat periwayatannya”.
Lihat kitab Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah hadits nomor 1666; Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 400; Dla’iful-Jaami’ hadits nomor 2315; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 93; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 93.
Bab : Menyeru Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran
Hadits No 201.
Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya kerusakan pertama yang terjadi pada bani Isra’il ialah ketika seorang bertemu kawannya yang sedang berbuat kejahatan lalu ditegur,”Ya Fulan, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan perbuatan yang tidak halal itu’. Kemudian pada esok harinya mereka bertemu lagi, sedangkan ia masih berbuat maksiat lagi, maka ia tidak mencegah kemaksiatannya. Bahkan ia menjadi teman makan minum dan teman duduknya. Jika demikian keadaan mereka, maka Allah menutup hati masing-masing, sebagaimana Firman-Nya : “Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Isra’il dengan lisan Dawud dan Isa Putera Maryam. Yang demikian itu dikarenakan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa), dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), tentu tidak menjadikan orang-orang musyrikin sebagai pemimpin, tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Maaidah ayat 78-81). Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Janganlah seperti mereka. Demi Allah, kalian harus menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, dan menahan kejahatan orang yang dhalim, dan kalian kembalikan ke jalan yang hak dan kalian batasi dalam hak tersebut. Kalau kalian tidak berbuat demikian, maka Allah akan menutup hati kalian, kemudian melaknat kalian, sebagaimana Allah melaknat mereka” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan”).
Sedangkan lafadh hadits yang diriwayatkan Tirmidzi adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ketika kemaksiatan sudah melanda Bani Israil, maka ulama-ulama mereka mencegahnya, tapi mereka tetap melakukannya. Sehingga ulama-ulamam mereka ikut serta dalam majelis mereka, dan makan minum bersama mereka, maka Allah menutup hati mereka dan melaknat mereka, dengan lisan Dawud dan ‘Isa Putera Maryam. Karena kemaksiatan mereka yang melampaui batas.” Ketika itu Rasulullah duduk bersandar, dan bersabda,”Tidak demi Allah yang jiwaku ada di Tangan-Nya, kalian harus membelokkan mereka dan menghentikannya kepada yang benar“.
Keterangan :
Hadits ini sanadnya dla’if, karena ada Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud; ia tidak mendengar sendiri riwayat hadits tersebut dari bapaknya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Tirmidzi. Sehingga hadits ini munqathi’ (terputus sanadnya).
Ibnu Hibban menegaskan bahwa ia (Abu ‘Ubaidah) sama sekali tidak pernah mendengar sesuatupun dari bapaknya. Hal ini juga diakui oleh Al-Hafidh Al-Mizzi dan Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Atsqalani (Tahdzibut-Tahdzib)
Lihat Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah hadits nomor 1105; Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 582; Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 932; Dla’if Sunan Ibnu Majah hadits nomor 867; Al-Misykah hadits nomor 5148; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 196; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 196.
Bab : Hak Suami terhadap Istri
Hadits No 292
Ummu Salamah radliyallaahu ‘anha mengatakan bahwa Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Setiap istri yang meninggal dunia dan diridlai oleh suaminya, maka ia masuk surga” (HR. Tirmidzi; ia berkata,”Hadits ini hasan”).
Keterangan :
Hadits ini munkar, karena di dalam sanadnya terdapat dua perawi majhul (tidak dikenal), yaitu Musawir Al-Himyari dan ibunya (karena Musawir membawa kabar ini dari ibunya).
Ibnul-jauzi dalam Al-Wahiyaat (2/141) berkata,”Musawir dan ibunya adalah majhul”. Adz-Dzahabi berkata dalam Al-Mizaan,”Dalam sanadnya ada perawi yang majhul khabar (hadits) itu munkar”.
Meskipun hadits tersebut dla’if, tetapi ada hadits lain yang shahih – yang memberikan makna bahwa ketaatan seorang istri akan mengantarkannya ke surga – yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Bazzar, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa selama satu bulan (Ramadlan), menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka ia masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan” (HR. Imam Ahmad dan Al-Bazzar; Shahihul-Jaami’ hadits nomor 660 dan 661).
Lihat Silsilah Al-Ahaadits Adl-Dla’iifah hadits nomor 1426; Dla’if Sunan At-Tirmidzi hadits 200; Dla’if Sunan Ibnu Majah hadits nomor 407; Dla’iful-Jaami’ hadits nomor 2227; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 286; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 286.
Bab : Berbakti kepada Kedua Orang Tua dan Silaturahim
Hadits No 6
Salman bin Amir radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
“Jika salah seorang kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena kurma itu berkah. Kalau tidak ada kurma maka dengan air, karena air itu suci”. Dan beliau bersabda,”Sedekah kepada orang miskin berarti hanya sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat mempunyai (pahala) dua, yaitu : (pahala) sedekah dan (pahala) hubungan persaudaraan” (HR. Tirmidzi, ia berkata,”hadits ini hasan”).
Keterangan :
Lafadh hadits Nabi : “Jika salah seorang kalian berbuka, hendaklah berbuka dengan kurma, karena kurma itu berkah. Kalau tidak ada kurma maka dengan air, karena air itu suci” adalah hadits dla’if dari segi sanad, namun shahih dilihat dari segi perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Yaitu jika beliau berbuka adalah dengan kurma, dan apabila tidak ada maka dengan air putih. Sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi hadits nomor 560, dari Anas bin Malik, dia berkata :
Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam jika berbuka – sebelum melaksanakan shalat – maka beliau berbuka dengan beberapa buah ruthab (kurma basah/mengkal). Jika tidak ada, maka dengan beberapa buah tamr (kurma kering/masak). Jika tidak ada, maka beliau berbuka dengan meminum beberapa teguk air” (HR. Tirmidzi.
Lanjutan hadits tersebut, yaitu (yang artinya) : “Sedekah kepada orang miskin berarti hanya sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat mempunyai (pahala) dua, yaitu : (pahala) sedekah dan (pahala) hubungan persaudaraan” adalah hadits hasan. Matan hadits ini mempunyai syahid pada hadits nomor 331.
Lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi – dengan ringkasan sanad, nomor 531; Shahih Sunan Abu Dawud – dengan ringkasan sanad nomor hadits 2065; Shahih Sunan Ibnu Majah – dengan ringkasan sanad, nomor 1494; Dla’if Sunan Ibnu Majah dengan nomor 374; dan Irwaaul-Ghaliil dengan nomor 922.
Bab : Keutamaan Berlaku Baik terhadap Kawan Kedua Orang Tua, Famili, dan Orang Lain yang Layak Dihormati
Hadits No 347
Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-sa’idi radliyallaahu ‘anhu bersabda,
“Ketika kami duduk di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salimah, ia bertanya,”Ya Rasulullah, apakah masih ada jalan untuk berbakti kepada orang tuaku sesudah mereka meninggal dunia?”. Rasulullah menjawab,”Ya, dengan jalan mendoakan keduanya, memintakan ampun keduanya, melaksanakan janji (wasiat) keduanya, menjalin silaturahim yang hanya dapat dilakukan keduanya, dan menghormati teman-teman keduanya” (HR. Abu Dawud).
Keterangan :
Sanad hadits ini dla’if, karena dalam periwayatan hadits ini ada seorang perawi yang bernama Ali bin ‘Ubaid As-Sa’idi; dia adalah seorang yang tidak dikenal. Sedangkan perawi lainya adalah tsiqah.
Lihat dalam kitab bahjatun-Naadhiriin hadots nomor 343 oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth.
Bab : Menghormati dan Mengutamakan Para Ulama dan Orang Terkemuka, Serta Memuliakan Mereka
Hadits No 360
Maimun bin Abi Syabiib berkata,
“Seorang peminta lewat di depan ‘Aisyah, maka dia memberinya sepotong roti. Kemudian tidak lama datang seorang peminta yang lebih sopan, dipersilakannya duduk dan diberi makan. Ketika ‘Aisyah ditegur tentang perbedaan dalam memperlakukan dua peminta tersebut, ia berkata,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Tempatkanlah masing-masing orang menurut kedudukannya” (HR. Abu Dawud, ia berkata,”Maimun tidak bertemu dengan ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa).
Muslim menyebutkan di awal kitab Shahihnya secara [Imu’allaq] disebutkan dari ‘Aisyah bahwa ia berkata,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menempatkan setiap orang pada tempatnya”. Al-hakim Abu Abdillah (yaitu Al-Hakim An-Naisaburi) menyebutkan dalam kitab(nya) Ma’rifat Ulumil-Hadiits, dia berkata,”hadits tersebut shahih”.
Keterangan :
Hadits ini sanadnya terputus, yaitu antara Maimunah dengan ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha. Juga ada seorang perawi yang bernama Habib bin Abi Tsabit, dia seorang mudallis dan meriwayatkan dengan kata : Fulan ‘an Fulan (Fulan dari si Fulan).
Sedangkan riwayat Muslim di awal kitab Shahihnya, bahwa syarat perawi yang dipakai Muslim pada hadits tersebut bukan syarat yang ditetapkan pada kitab Shahihnya. Sedangkan perkataan Al-Hakim tidak mempunyai dasar, karena sanad hadits tersebut terputus dan terjadi tadlis di dalamnya.
Lihat Al-Misykah hadits nomor 4989; dan Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 356.
Hadits No 363
Anas radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seorang pemuda menghormati orang yang lebih tua karena usianya, kecuali Allah akan mendatangkan untuknya orang yang menghormatinya ketika dia sudah tua” (HR. Tirmidzi; ia berkata,”Hadits gharib”).
Keterangan :
Hadits ini dla’if dan mempunyai dua cacat. Di dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Yazid bin Bayan Al-Muallim Al-‘Uqaili.
Adz-Dzahabi mengatakan dalam Al-Mizaan bahwa Ad-daruquthni berkata,”Dia (Yazid) adalah perawi yang lemah”.
Al-Bukhari berkata,”Dalam sanad hadits itu ada perawi yang perlu diteliti.
Begitu juga gurunya Abu Rihal; Abu Hatim berkata tentang dia : Dia seorang yang tidak kuat (hafalannya) dan munkar haditsnya”.
Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 304; dan bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 359.
Bab : Mengunjungi dan Bergaul dengan Orang Shalih dan Mengharap Do’a Mereka Serta mengunjungi Tempat-Tempat yang Terpuji
Hadits No 378
Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu berkata,
“Aku minta ijin kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk melakukan umrah, dan beliau mengijinkanku. Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Jangan engkau lupakan kami wahai saudarku dalam doamu”. Umar berkata,”Sungguh, itulah suatu ucapan yang menyenangkan bagiku daripada aku memilih dunia ini
Dalam riwayat lain : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berpesan,”Sertakanlah (sebutkanlah) kami dalam doa-doamu wahai saudaraku” (An-Nawawi berkata,”Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia berkata,”Hadits hasan shahih).
Keterangan :
Hadits ini sanadnya dla’if karena ada perawi yang bernama Asim bin ‘Ubaidillah, seorang yang dla’if. An-Nawawi yang menshahihkan hadits ini seakan-akan bertaqlid kepada At-Tiormidzi, dimana hadits itu seakan-akan tidak nampak oleh beliau kedla’ifannya.
Lihat rincian takhrij ini dalam kitab Al-Misykah hadits nomor 2248; dan Dla’if Sunan Abi Dawud hadits nomor 264.
Abu Al Jauzaa
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..