HADITS PERTAMA : Manusia yang Terburuk Kedudukannya
Banyak sekali hadits-hadits lemah yang tersebar di kalangan kaum muslimin, namun mereka tak sadar bahwa itu bukanlah sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, seperti hadits:
إِنَّ مِنْ أَسْوَأِ النَّاسِ مَنْزِلَةً مَنْ أَذْهَبَ آخِرَتَهُ بِدُنْيَا غَيْرِهِ
"Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya, orang yang menghilangkan (menghancurkan) akhiratnya dengan dunia orang lain". [HR. Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2398), dan Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (6938)]
Hadits ini dho’if (lemah), karena rowi yang bernama
Syahr bin Hausyab,
seorang jelek hafalannya dan banyak me-mursal-kan hadits, dan
Al-Hakam bin Dzakwan,
seorang yang maqbul. Intinya, hadits ini lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (2229)
HADITS KEDUA : Kebiasaan Berdzikir
Hadits-hadits tentang berdzikir amat banyak bertebaran, baik yang shohih, maupun yang dho’if (lemah). Diantara hadits lemah dalam hal ini,
لَيَذْكُرَنَّ اللهَ أَقْوَامٌ فِي الدُّنْيَا عَلَى الْفُرُشِ الْمُمَهَّدَةِ, يُدْخِلُهُمُ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى
“Benar-benar akan ada beberapa kaum yang berdzikir kepada Allah di dunia pada tempat tidur yang terhampar; Allah akan memasukkan mereka ke dalam tingkatan-tingkatan (surga) yang tertinggi”. [HR. Ibnu Hibban (398), dan Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (1110, & 1391)]
Hadits ini dho’if (lemah) disebabkan oleh
Darroj Abis Samhi yang
lemah saat meriwayatkan hadits dari
Abul Haitsam. Sedang hadits ini termasuk diantaranya. Olehnya, Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (5327)
HADITS KETIGA : Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat
Sebuah hadits terkadang memiliki makna yang mendalam sehingga sebagian orang menyangkanya sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , padahal bukan !! Seperti hadits ini:
كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا وَكَفَى بِالْيَقِيْنِ غِنًى وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغْلاً
“Cukuplah kematian sebagai nasihat, cukuplah keyakinan sebagai kekayaan, dan cukuplah ibadah sebagai suatu kesibukan”. [HR. Al-Qudho’iy dalam Musnad Asy-Syihab (1410), dan selainnya]
Hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali), karena rawi yang bernama
Ar-Robi’ bin Badr Al-Bashriy;
seorang yang matruk (ditinggalkan). Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy As-Salafiy menilai hadits ini dho’if jiddan dalam Adh-Dho’ifah (502)
HADITS KEEMPAT : Menyentuh Tangan Orang Kafir
Menyentuh orang kafir adalah boleh, sebab badan dan tangan mereka juga suci. Jangan tertipu dengan hadits di bawah ini sehingga Anda mengharamkan berjabat tangan dengan orang kafir, sebab hadits ini palsu:
Konon kabarnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
يَا جِبْرِيْلُ مَا مَنَعَكَ أَنْ لاَ تَأْخُذَ بِيَدِيْ ؟ قَالَ : إِنَّكَ أَخَذْتَ بِيَدِ يَهُوْدِيٍّ, فَكَرِهْتُ أَنْ تَمَسَّ يَدِيْ يَدًا مَسَّتْهَا يَدُ كَافِرٍ
“Wahai Jibril, apa yang menghalangimu untuk memegang tanganku?” Jibril menjawab, “Sesungguhnya engkau telah memegang tangan seorang Yahudi. Maka aku benci kalau tanganku menyentuh tangan yang disentuh oleh tangan orang kafir”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (2813)]
Hadits ini palsu, sebab padanya ada seorang rawi yang pendusta, yaitu
Umar bin Umar Al-Abdiy. Itulah sebabnya Al-Albaniy menyatakan hadits ini maudhu’ (palsu) dalam Adh-Dho’ifah (5329)
HADITS KELIMA : Namailah Bayi yang Keguguran
Disana terdapat beberapa hadits tentang sunnahnya memberi nama bagi janin yang keguguran atau anak bayi yang meninggal sebelum hari ke tujuhnya. Namun semua hadits itu lemah, bahkan ada yang palsu, seperti hadits berikut:
سُمُّوْا أَسْقَاطَكُمْ فَإِنَّهُمْ مِنْ أَفْرَاطِكُمْ
"Namailah bayi-bayi yang keguguran, karena mereka adalah para pendahulu kalian". [HR. Abul Husain Al-Kilabiy dalam Nuskhoh Abil Abbas Thohir At-Tamimiy, dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (12/249/2)]
Hadits ini palsu, karena di dalamnya ada rawi yang bernama
Al-Bakhtariy bin Ubaid.
Dia adalah orang yang tertuduh dusta yang suka meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Abu Hurairah. Sedang hadits ini dari jalur beliau. Demikian keterangan Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (2006).
HADITS KEENAM : Baca Al-Qur’an di Siang Bolong
Sebagian ahli fiqih terkadang tasahul (bergampangan) dalam meriwayatkan hadits lemah, bahkan palsu sehingga terkadang orang awam yang senang taqlid langsung mengamalkan dan meyakini kandungan hadits itu, seperti hadits:
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَجْهَرُ بِالْقِرَاءَةِ فِيْ النَّهَارِ فَارْمُوْهُ بِالْبَعْرِ
"Jika kalian melihat orang yang mengeraskan bacaan Al-Qur’annya di siang hari, maka lemparilah orang itu dengan kotoran onta".
Hadits ini lemah, karena tak ada asalnya alias palsu. Hadits ini hanya dibawakan oleh Asy-Syairoziy dalam Al-Muhadzdzab (2/389). Hadits memiliki syahid diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (3669). Namun hadits ini juga lemah, karena hadits mu’dhol, ada dua rawi atau lebih yang hilang dalam sanad. Sebab itu, Al-Albaniy Al-Atsariy melemahkannya dalam Adh-Dho’ifah (5328)
HADITS KETUJUH : Bahaya Membunuh
Membunuh termasuk dosa yang paling besar. Saking besarnya, dosa membunuh ini pun disebutkan dalam hadits lemah yang tak boleh dijadikan sandaran. Cukuplah bagi kita dalil dari Al-Kitab dan Sunnah. Tak usah bersandar kepada hadits lemah seperti ini:
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ
"Barangsiapa yang membantu untuk membunuh seorang mukmin dengan sepotong kata, maka ia akan menemui Allah -Azza wa Jalla- dalam keadaan tertulis di antara dua matanya (yakni dahinya), "Orang yang berputus asa dari rahmat Allah". [HR. Ibnu Majah dalam Kitab Ad-Diyat (2620), Al-Baihaqiy dalam Al-Kabir (15643), dan lainnya]
Sanad hadits ini lemah sekali (dho’if jiddan), bahkan boleh jadi palsu, sebab rawi yang bernama
Yazid bin Ziyad Asy-Syamiy. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa
ia adalah muttaham bil kadzib (tertuduh dusta). Lihat Adh-Dho’ifah (2/2/no.503) karya Al-Albaniy Al-Atsariy -rahimahullah-.
HADITS KEDELAPAN : Ridho terhadap Taqdir Allah
Terkadang hadits lemah mengandung makna yang baik, seperti hadits di bawah ini. Namun tentunya kita tak boleh menyatakan itu adalah ucapan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Bunyi haditsnya:
Dari Abu Hindin Ad-Dariy -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِيْ وَيَصْبِرْ عَلَى بَلاَئِيْ فَلْيَلْتَمِسْ رَبًا سِوَائِيْ
"Allah Tabaroka wa -Ta’ala- berfirman, "Barangsiapa yang tidak ridho terhadap ketetapan-Ku, dan bersabar di atas bala’-Ku, maka hendaknya ia mencari tuhan selain-Ku". [HR. Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (1/327/no. 407), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (807), dan lainnya]
Hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali), karena ada seorang rawi dalam sanadnya yang bernama
Sa’id bin Zayyad bin Hindin;
ia adalah seorang yang matruk (ditinggalkan). Karenanya, Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy menyatakan hadits ini lemah sekali dalam Adh-Dho’ifah (505)
HADITS KESEMBILAN : Keutamaan I'tikaf Secara Khusus
Diriwayatkan dari Ali bin Husain dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhum, ia berkata. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. bersabda :
"Barang siapa yang beri’tikaf pada sepuluh hari di bulan Ramadan, maka (pahalanya) seperti haji dua kali dan umrah dua kali” HADITS PALSU (MAUDHU')
Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah didalam Al-Jami' li Syu'abul Iman hadits no 3680. Dan beliau berkata : Sanad nya Lemah (Dhaif). [Lihat Al-Jami' li Syu'abul Iman juz 5 hal 436]
Sanad ini jatuh dikarena penyakit sanad. Dalam sanad nya terdapat rawi (periwayat hadits) yang bernama
MUHAMMAD BIN ZADZAN, Dia adalah orang yang hadits nya tidak dipakai (Matruk).
Syaikh Al-Albani rahimahullah menilai hadits ini Maudhu' (Palsu) [Lihat Silahkan baca takhrij nya didalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah juz 2 hal 10, hadits no 518]
Hadits Tentang Keutamaan I'tikaf Secara Khusus Tidak ada yang Shahih.
Imam Abu Dawud bertanya kepada
Imam Ahmad rahimahullah, "Apakah engkau mengetahui (hadits) tentang keutamaan I'tikaf?" Ia (Imam Ahmad) menjawab,
"Tidak, selain hadits yang dha'if (lemah)." [Fiqih Sunnah hal 315]
HADITS KESEPULUH : Ramadhan Terbagi Tiga
أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ (وفي رواية : ووَسَطُهُ) مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
"Awal bulan Ramadhân itu adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka". [HR Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asâkir, Dailami dan lain-lain lewat jalur periwayatan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu]
Hadits ini sangat lemah. (Silahkan lihat kitab Dha'if Jâmi'is Shagîr, no. 2134 dan Faidhul Qadîr, no. 2815)
Hadits lemah yang senada dengan hadits diatas yaitu :
عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيّ قَالَ : خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ : أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ مُبَارَكٌ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً ، وَقِيَامَهُ تَطَوُّعًا ، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ ...وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُه رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ...
"Dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah dihadapan kami pada hari terakhir bulan Sya'bân. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai manusia, sungguh bulan yang agung dan penuh barakah akan datang menaungi kalian, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang beribadah pada bulan tersebut dengan satu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban pada bulan itu, maka sama dengan menunaikan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan yang lain. Itulah bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga .... Itulah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka .....". [HR Ibnu Khuzaimah, no. 1887 dan lain-lain]
Sanad hadits ini dha'îf (lemah), karena ada seorang perawi yang bernama
Ali bin Zaid bin Jud'ân. Orang ini
seorang perawi yang lemah sebagaiamana diterangkan oleh
Imam Ahmad rahimahullah, Yahya rahimahullah,
Bukhâri rahimahullah,
Dâru Quthni rahimahullah,
Abu Hâtim rahimahullah dan lain-lain.
Ibnu Khuzaimah rahimahullah sendiri mengatakan, "
Aku tidak menjadikannya sebagai hujjah karena hafalannya jelek." Imam Abu Hatim rahimahullah mengatakan,
"Hadits ini mungkar." (Silahkan lihat kitab Silsilah ad-Dha'îfah Wal Maudhû'ah, no. 871, at-Targhîb wat Tarhîb, 2/94 dan Mizânul I'tidâl, 3/127)
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..