HADITS PERTAMA : Orang-Orang yang Beruntung
Orang-orang yang beruntung banyak disinggung dalam Al-Qur’an dan sunnah yang shahihah. Bahkan dalam hadits yang dho’if pun, seperti hadits berikut:
أَفْلَحَ مَنْ كَانَ سُكُوْتُهُ تَفَكُّرًا وَنَظَرُهُ اِعْتِبَارًا أَفْلَحَ مَنْ وَجَدَ فِيْ صَحِيْفَتِهِ اِسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا
"Beruntunglah orang yang diamnya adalah tafakkur, pandangannya adalah ibroh, beruntunglah orang yang mendapatkan istighfar yang banyak dalam catatan amalannya". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/123)].
Hadits ini adalah dho’if, karena dalam sanadnya terdapat dua orang yang majhul (tidak dikenal), yaitu
Abul Khushaib Ziyad bin Abdurrahman, dan
Husain bin Mansur Al-Asadiy Al-Kufiy dan juga seorang yang lemah
(Hibban ibnu Ali Al-Anaziy). Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dho’if (lemah) dalam Adh-Dho’ifah (2519).
HADITS KEDUA : Keutamaan Menamatkan Al-Quran
Membaca Al-Qur’an, apalagi menamatkannya merupakan keutamaan besar bagi seorang hamba, karena setiap hurufnya diberi pahala oleh Allah -Ta’ala- . keutamaan tersebut telah dijelaskan dalam beberapa hadits, tapi bukan hadits berikut, karena haditsnya palsu. Bunyi hadits palsu ini:
إِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ الْقُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ
"Jika seorang hamba telah menamatkan Al Qur’an, maka akan bershalawat kepadanya 60.000 malaikat ketika ia menamatkannya". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/112)].
Hadits ini palsu disebabkan oleh rawi yang bernama
Al-Hasan bin Ali bin Zakariyya, dan
Abdullah bin Sam’an.
Kedua orang ini adalah pendusta, biasa memalsukan hadits. Syaikh Al-Albaniy menyatakan kepalsuan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2550).
HADITS KETIGA : Makanan Dunia dan Akhirat
Banyak sekali hadits dho’if yang tersebar di masyarakat. Utamanya hadits-hadits yang berkaitan dengan janji-janji dan keutamaan, seperti hadits ini:
أَفْضَلُ طَعَامِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّحْمُ
"Seutama-utamanya makanan dunia dan akhirat adalah daging". [HR. Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afa’ (1264)].
Hadits ini dihukumi dho’if jiddan oleh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Adh-Dho’ifah (2518), karena ada seorang rawi yang bernama
Amr bin Bakr As-Saksakiy. Hadits-haditsnya menyerupai hadits palsu. Sebab itu Al-Hafizh menggelarinya dengan matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama manusia). Selain itu, anaknya (Ibrahim bin Amr As-Saksakiy) yang meriwayatkan darinya senasib dengan ayahnya.
HADITS KEEMPAT : Bagi-bagi Kejelekan
Mengangkat dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an dan sunnah. Adapun hadits di bawah, maka tidak boleh dijadikan dalil dalam merendahkan suku Barbar, karena kelemahan hadits ini:
الْخُبْثُ سَبْعُوْنَ جُزْءًا فَجُزْءٌُ فِيْ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَتِسْعٌ وَسِتُّوْنَ فِيْ الْبَرْبَرِ
"Kejelekan ada 70 bagian; satu bagian pada jin dan manusia, dan 69 bagian pada orang-orang Barbar". [HR. Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (2/489), Ath-Thobraniy dalam Al-Ausath (8672), dan Ibnu Qoni’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah].
Hadits ini adalah hadits yang lemah menurut penilaian Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam As-Silsilah Adh-Dho’ifah (2535), karena dalam hadits ini terdapat dua penyakit: Inqitho’ (keterputusan) antara
Yazid bin Abi Habib dengan
Abu Qois, dan terjadinya idhthirob (kesimpangsiuran) dari sisi sanad akibat kelemahan seorang rawi yang bernama Abu Sholih (dikenal dengan Katib Al-Laits).
HADITS KELIMA : Menuntut Ilmu di Masa Muda
Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak disebutkan dalam ayat-ayat maupun hadits-hadits shahih. Bahkan sampai di dalam hadits yang dho’if dan palsu, seperti berikut,
أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ وَهُوَ عَلَى ذَلِكَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صِدِّيْقًا
"Anak muda mana pun yang tumbuh dalam menuntut ilmu, dan ibadah sampai ia menjadi tua, sedangkan dia masih tetap di atas hal itu, maka Allah akan memberikannya pada hari kiamat pahala 72 orang shiddiqin". [HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (2428), Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Al-Ilm (1/82)].
Namun
hadits ini derajatnya adalah dho’if jiddan (lemah sekali), bahkan boleh jadi hadits ini palsu, karena di dalamnya ada rawi yang bernama
Yusuf bin Athiyyah.
Dia adalah seorang yang mungkarul hadits. Bahkan An-Nasa’iy menilainya matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama manusia). Karenanya Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dho’if jiddan dalam Adh-Dho’ifah (700).
HADITS KEENAM : Ketentuan dan Taqdir Allah
Ketentuan dan taqdir Allah adalah perkara ghaib yang tidak boleh ditetapkan dengan hadits lemah, apalagi palsu, seperti hadits ini:
إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَقَدَرِهِ ؛ سَلَبَ ذَوَيْ الْعُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يُنْفِذَ فِيْهِمْ قَضَاءَهُ وَقَدَرَهُ
"Apabila Allah ingin melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya, maka Allah akan menarik (menghilangkan) akalnya orang-orang yang memiliki pikiran sehingga Allah melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya pada mereka". [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (14/99), Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/100), dari jalur Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbihan (2/332)]
Hadits ini lemah, bahkan boleh jadi palsu, karena rowi yang bernama
Lahiq bin Al-Husain. Sebagian ahlul hadits menuduhnya pendusta, dan suka memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy memasukkannya dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (2215)
HADITS KETUJUH : Bertaqwa di Masa Tua
Bertaqwa kepada Allah bukan hanya di masa tua, bahkan juga harus di masa muda. Namun tentunya ketaqwaan lebih ditingkatkan lagi di masa tua berdasarkan hadits-hadits shohih !! Bukan berdasarkan hadits palsu ini:
إِذَا أَتَى عَلَى الْعَبْدِ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَخَافَ اللهَ تَعَالَى وَيَحْذَرَهُ
"Jika telah datang (lewat) 40 tahun pada diri seorang hamba, maka wajib baginya untuk takut dan khawatir kepada Allah -Ta’ala- ". [HR. Ad-Dailamiy dalam Al-Firdaus (1/89)]
Hadits ini palsu, karena ada rowi dalam sanadnya yang bernama
Ahmad bin Nashr bin Abdillah yang dikenal dengan Adz-Dari’.
Dia adalah seorang pemalsu hadits, pendusta. Karenanya, Al-Albaniy Al-Atsariy menyatakannya palsu dalam Adh-Dho’ifah (2200)
HADITS KEDELAPAN : Memulai dengan Hamdalah
Ada sebuah hadits yang masyhur dalam kitab-kitab dan lisan manusia yang menjelaskan harusnya seseorang memulai segala urusan yang penting dengan membaca Alhamdulillah. Tapi hadits ini lemah sebagaimana berikut ini perinciannya:
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِالْحَمْدِ فَهُوَ أَقْطَعُ
"Segala urusan penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan alhamdulillah, maka urusan itu akan terputus". [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1894)]
Hadits ini lemah, karena ke-mursal-an yang terjadi pada sanadnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (2/677), dan Syaikh Al-Albaniy. Karenanya, Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Al-Irwa’ (2). Lihat juga di : HaditS Dhoif Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 62 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
HADITS KESEMBILAN : Do’a Keluar WC
Ada sebuah hadits yang menyebutkan do’a keluar WC. Do’a ini banyak disebarkan dan dimasyurkan di TPA dan TQA. Ternyata haditsnya lemah sebagaimana dalam penjelasan berikut ini:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّيَ الْأَذَى وَعَافَانِيْ
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku gangguan (kotoran) ini, dan telah menyehatkan aku". [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (301)]
Hadits ini dho’if, karena dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama
Ismail bin Muslim Al-Makkiy.
Dia adalah seorang yang lemah haditsnya sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib. Hadits ini memiliki syahid dari riwayat Ibnu Sunniy dalam Amal Al-Yaum wal Lailah (29). Namun hadits ini juga lemah, karena ada seorang yang majhul dalam sanadnya, yaitu
Al-Faidh. Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (53).
HADITS KESEPULUH : Solusi Terakhir (TALAQ)
Talaq adalah solusi terakhir ketika terjadi cekcok yang parah antara suami-istri setelah melalui proses yang panjang berupa nasihat, dan usaha perbaikan lainnya. Jadi talaq adalah perkara yang halal yang tidak dibenci oleh Allah, jika dilakukan pada tempatnya. Adapun hadits yang menjelaskan bahwa talaq adalah perkara yang dibenci dalam segala hal, maka haditsnya dho’if sebagaimana perinciannya berikut ini:
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ الطَّلَاقُ
"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah -Azza wa Jalla- adalah talaq". [HR. Abu Dawud (2178) dan Ibnu Majah (2018)]
Hadits ini adalah hadits yang mudhtharib (goncang) sanadnya sebagaimana yang anda bisa lihat penjelasannya dalam Al-Irwa’ (2040) karya Syaikh Al-Albaniy.
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..