Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1
Oleh
Muhammad Nashruddin al-Albani
Hadits 91
"Bersumpah dengan nama Allah padahal aku berdusta lebih aku sukai ketimbang bersumpah dengan nama selain Allah, sekalipun aku benar."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Abu Naim dalam kitabnya al-Haliyyah VII/267, dari sanad Muhammad bin Muawiyah dari Amr bin Ali al-Maqdami dari Mus'ar. Ia berkata, "Muhammad bin Muawiyah telah meriwayatkan secara tunggal. Sedangkan banyak orang yang meriwayatkan secara mauquf."
Hadits 92
"Tiga hal, bila ada pada diri seseorang, maka Allah akan menyebarkan naungan atasnya dan memasukkannya ke dalam surga. (Ketiga hal itu) adalah: belas kasih kepada orang-orang lemah, memelas kepada kedua orang tuanya, dan berbuat baik kepada para budak."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Tirmidzi III/316 dari sanad Abdullah bin Ibrahim al-Ghiffari, dari ayahnya dari Abi Bakar bin al-Munkadir, dengan berkata, "Hadist ini gharib."
Menurut saya, Abdullah bin Ibrahim ini oleh Ibnu Hibban telah dinisbatkan kepada golongan perawi tukang palsu riwayat.
Dan al-Hakim pun berkata, "Telah meriwayatkan dari sekelompok perawi dha'if yang tidak diriwayatkan oleh pakar hadits."
Kemudian ayahnya (Abdullah bin Ibrahim) juga dinyatakan majhul (asing) oleh para pakar hadits dan tidak dikenal telah meriwayatkan hadits sahih.
Hadits 93
"Pada hari kiamat nanti, semua manusia berdiri berbaris. Lalu lewatlah seorang dari ahli neraka seraya berkata kepada seseorang, 'Wahai Fulan! Ingatkah ketika engkau meminta air minum, lalu aku memberimu minuman?' Maka ia diberi syafaat. Kemudian ia berkata kepada yang lain, 'Wahai Fulan! Ingatkah engkau ketika aku memberi air suci untuk berwudhu?' Maka ia diberi syafaat Kemudian ia berkata kepada yang lain lagi, 'Wahai Fulan! Ingatkah kau ketika menyuruhku mengerjakan keperluan ini dan keperluan itu kemudian aku mendatangimu memenuhi permintaanmu?' Maka ia diberi syafaat."
Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah II/394, dari sanad Yazid ar-Raqasyi. Ibnu Hajar berkata, "Yazid ar-Raqasyi adalah Ibnu Aban yang dikenal dha'ifnya oleh pakar hadits." (at-Taqrib II/50-51).
Hadits 94
"Tali penguat Islam dan tiang-tiang agama ada tiga. Di atasnya berdirilah asas Islam. Barangsiapa meninggalkan salah satunya, ia menjadi kafir dan halal darahnya. (Tiga hal itu) adalah syahadat laa ilaaha illallah, shalat fardhu, dan puasa pada bulan Ramadhan."
Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya II/126, juga oleh al-Lalika'i dalam as-Sunnah I/202, dari sanad Muammal bin Ismail dari Hamad bin Zaid dari 'Amr bin Malik an-Nakri dari Abil Jauza dari Ibnu Abbas. Adapun al-Mundziri dengan mengikuti pendapat al-Haitsimi berkata, "Hadits ini sanadnya hasan."
Menurut saya, pendapat yang mengatakan sanadnya hasan itu perlu ditilik kembali, sebab tak seorang pun dan para pakar hadits menganggap Amr bin Malik ini tsiqat, kecuali Ibnu Hibban. Padahal, kita sangat mengenal Ibnu Hibban ini sebagai orang yang sangat gampang mengakui kekuatan rawi. Jadi, dalam hal ini Ibnu Hibban tidak menenteramkan hati. Terlebih Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Tahdzib II/212, mengutip Ibnu Hibban tentang Malik ini sambil berkata, "Banyak salah."
Zahir hadits tersebut tampak sangat bertentangan dengan hadits sahih yang telah disepakati seluruh pakar hadits akan kesahihannya yaitu bahwa Islam dibangun atas lima dasar. Jadi, kelemahan riwayat di atas dapat terlihat dan dua hal.
- Hadits yang sahib menyatakan rukun Islam ada lima, sedangkan menurut hadits di atas hanya ada tiga.
- Hadits yang sahih tidak menyebutkan siapa saja yang meninggalkan salah satu rukunnya dikategorikan sebagai orang kafir, sedang hadits di atas menyatakan kafir orang yang meninggalkan salah satu dari tiga rukun tersebut.
Hadits 95
"Orang yang bertobat adalah kecintaan Allah."
Riwayat dengan lafazh (matan) yang demikian
ini tidak ada sumbernya. Telah diriwayatkan oleh al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin IV/434, dengan nada memastikan nisbatnya kepada Rasulullah saw.
Syekh as-Subuki dalam kitab at-Thabaqat IV/170, menyatakan, "Saya tidak menjumpai sanadnya."
Hadits 96
"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang mukmin, yang tertimpa fitnah, yang banyak bertobat."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawa'id al-Musnad, dengan nomor 605, dan 810, juga oleh Abu Naim dalam kitab al-Haliyyah III /178-179, dengan sanad dari Abi Abdillah Musalmali ar-Razi, dari Abi Amr al-Bajali, dari Abdul Malik bin Sufyan ats-Tsaqafi.
Sanad ini maudhu'. Dalam biograftnya, Abu Abdillah ar-Razi tidak dikenal sebagai perawi. Inilah pernyataan Ibnu Hajar. Sedangkan Abu Amr al-Bajali adalah Ubaidah. Ibnu Hibban berkata, "Tidak dibenarkan riwayatnya untuk dijadikan dalil." Kemudian Abdul Malik bin Sufyan telah dinyatakan oleh al-Husaini sebagai perawi majhul (tak dikenal). Pernyataaan al-Husaini dibenarkan oleh al-Iraqi.
Hadits 97
"Sesungguhnya Allah mencintai pemuda yang bertobat."
Hadits ini dha'if. Al-Iraqi berkata dalam at-Takhrij IV/4-5, "Telah diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam kitab at-Taubah dan Abu Syekh dalam kitab ats-Tsawab, dari hadits Anas bin Malik dengan sanad yang dha'if."
Hadits 98
"Sesungguhnya Allah mencintai pemuda yang menghabiskan masa mudanya dalam ketaatan kepada Allah."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Abu Naim V/360 dari sanad Muhammad bin Fadhl bin Athiyah, dari Salim al-Afthas, dari Umar bin Abdul Aziz, dari Abdullah bin Umar r.a.
Sanad hadits ini adalah maudhu' sebab Muhammad bin Fadhl adalah pendusta. Inilah kelemahan hadits ini.
Saya khawatir sanadnya terputus antara Umar bin Abdul Aziz dengan Abdullah bin Umar r.a., sebab pada saat Abdullah bin Umar r.a. wafat, usia Umar bin Abdul Aziz baru sekitar tiga belas tahun.
Hadits 99
"Sesungguhnya Allah mencintai orang yang beribadah dan bersih."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh al-Khatib dalam at-Tarikh II/11-12, dari sanad Abdullah bin Ibrahim al-Ghiffari, dari al-Munkadir bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir.
Sanad tersebut adalah maudhu', sebab al-Ghiffari tertuduh suka memalsu riwayat.
Hadits 100
"Kebaikan orang yang banyak berbakti sama dengan kejelekan orang-orang muqarrabin (didekatkan Allah)."
Hadits ini batil dan tidak ada sumbernya. Telah diriwayatkan oleh al-Ghazali dalam Ihya IV/44, dengan redaksi: "Telah berkata orang-orang yang benar dan seterusnya."
As-Subuki berkata, "Tidak diketahui siapakah yang dimaksud oleh al-Ghazali sebagai orang-orang yang benar."
Menurut saya, barangkali al-Ghazali tidak bermaksud menyatakannya sebagai hadits. Karena itu, al-Iraqi tidak menyebutkannya dalam kitabnya Takhriij Ahadits al Ihya, namun hanya mengisyaratkan bahwa pernyataan al-Ghazali itu adalah dari ucapan Abi Said al-Kharaz, seorang sufi.
Menurut hemat saya, makna riwayat tersebut tidak benar, sebab bagaimanapun juga yang namanya kebaikan tidak mungkin akan berubah menjadi kekejian, siapapun yang melakukannya. Hanya saja sesuatu amal akan berbeda hasil dan bentuknya jika si pelaku berbeda. Itu pun dalam hal amal yang mubah (dibolehkan) dan tidak ada pujian ataupun celaan. Wallahu a'lam.
Judul Asli: Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah
Judul: Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'
Penulis: Muhammad Nashruddin al-Albani
Penterjemah: A.M. Basamalah, Penyunting: Drs. Imam Sahardjo HM.
Cetakan 1, Jakarta
Gema Insani Press, 1994
Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740
Telp.(021) 7984391 - 7984392 - 7988593
Fax.(021) 7984388
Cetakan Pertama, Shafar 1416H - Juli 1995M
Sumber: http://media.isnet.org/hadits/dm1/index.html
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..