Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1
Oleh
Muhammad Nashruddin al-Albani
Hadits 81
"Wahai Abbas, sesungguhnya Allah telah membuka perkara ini dengan keberadaanku, kelak akan disudahi oleh seorang anak laki-laki dari keturunanmu, yang bakal menyebar keadilan sebagaimana tersebarnya kezaliman. Dialah yang akan menjadi imam kala shalat bersama Nabi Isa a.s."
Hadits ini maudhu' dan telah diriwayatkan oleh al-Khatib dalam kitab Tarikh Baghdad IV/177, dengan sanad dari Ahmad bin al-Hajaj bin Shalt, dari Said bin Sulaiman dari Khalaf bin Khalifah dari Mughirah dari Ibrahim dari al-Qamah dari Amar bin Yasir r.a.
Menurut saya, semua sanadnya masyhur dan tsiqah dari deretan perawi-perawi yang digunakan Imam Muslim, kecuali Ahmad bin al-Hajjaj. Ia telah tercela, seperti yang dinyatakan oleh adz-Dzahabi. Kemudian hadits tersebut telah dirangkum oleh Ibnul Jauzi dalam keterangan hadits-hadits maudhu'. Adapun bahwa Imam Mahdi shalat dan menjadi imam bagi Nabi Isa ketika turun kelak adalah benar adanya seperti yang tertera dalam banyak hadits sahih, dalam Kutubus Sunan.
Hadits 82
"Maukah aku beri kabar gembira wahai Abul Fazl (al-Abbas)? Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membuka bagiku perkara ini dan Ia akan mengakhirinya dari keturunanmu."
Ini hadits maudhu' dan telah diriwayatkan oleh Abu Naim dalam kitab al-Haliyyah I/35 dari sanad Lahij bin Ja'far at-Taimi, dari Abdul Azis bin Abdus Samad al-Ami, dari Ali bin Zaid bin Jad'an, dari Said bin Musayyab, dari Abu Hurairah r.a.
Menurut saya, Lahij bin Ja'far tercela. Ibnu Adi berkata bahwa ia adalah perawi dari Baghdad yang majhul yang telah meriwayatkan dari perawi tsiqah (kuat; dapat dipercaya) dengan mencampur-aduk dengan riwayat-riwayat munkar. Bahkan adz-Dzahabi berkata, "Demi Allah, riwayat ini merupakan hadits-hadits maudhu' yang sangat besar dustanya. Dan semoga Allah mengutuk siapa saja yang tidak menyukai Ali."
Satu hal yang perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu, jika telah mengetahui kelemahan dan kepalsuan hadits-hadits ini dan yang sebelumnya, tidak perlu bersusah payah menentukan hadits sahih yang baru saya sebutkan tadi bahwah al-Mahdi adalah anak keturunan Fatimah. Wallahu Waliyyut Taufiq.
Hadits 83
"Sebaik-baik pengingat (untuk berzikir) adalah tasbih."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh ad-Dailami dalam kitabnya Musnad al-Firdaus. Menurut saya, sanad hadits tersebut dari awal hingga akhir semuanya gelap, sebagian majhul dan sebagiannya lagi tercela. Kemudian Ummu al-Hasan binti Ja'far tidak ada biografinya, sedangkan Abdu Samad bin Musa telah disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab al-Mizan seraya mengutip pernyataan al-Khatib yang berkata bahwa para ulama telah menyatakannya sebagai perawi yang lemah. Kemudian lebih jauh adz-Dzahabi berkata, "Abdus Samad juga terbukti telah meriwayatkan hadits-hadits munkar dari kakeknya, Muhammad bin Ibrahim."
Menurut saya, barangkali itulah kelemahan hadits ini dari segi sanadnya. Adapun maknanya adalah batil. Alasannya sebagai berikut:
- Tasbih (rosario: alat yang digunakan untuk bertasbih, tahmid, atau takbir; penj.) itu tidak dikenal di zaman Rasulullah saw. Jadi, merupakan sesuatu yang baru dan hal yang sangat mustahil jika Rasulullah memerintahkan (menganjurkan) sesuatu pekerjaan dengan menggunakan alat yang beliau dan para sahabatnya tidak mengetahuinya. Lagi pula kata itu asing dalam bahasa Arab.
- Riwayat tersebut sangat bertentangan dengan hadits sahih yang mengisahkan bahwa Rasulullah bertasbih dengan tangan kanannya, dan dalam riwayat lain disebutkan dengan menggunakan jari-jemarinya.
Ada sebuah polemik tentang penggunaan tasbih ini. Dikemukakan oleh asy-Syaukani bahwa terbukti ada hadits yang menerangkan bahwa penggunaan batu kecil untuk menghitung dalam bertasbih telah diriwayatkan oleh para sahabat dan dibenarkan oleh Rasulullah saw. Jadi, berarti tidak ada perbedaan bertasbih dengan menggunakan tasbih, bebatuan (batu kecil), tangan atau jari-jemari.
Menurut saya, kita akan segera membenarkannya dengan menerima pernyataan itu, bila terbukti hadits-hadits yang dijadikan landasan itu sahih.
Singkatnya, kedua hadits yang dijadikan landasan oleh asy-Syaukani itu diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam risalahnya.
- Dikisahkan dari Saad bin Abi Waqash bahwa suatu ketika ia bersama Rasulullah saw. menjumpai seorang wanita tengah menghitung-hitung batu-batu kecil di tangannya, kemudian Rasulullah saw. bertanya, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mudah bagimu dari ini atau yang lebih afdal?" Lalu beliau bersabda, "Ucapkanlah Subhanallah sebanyak mungkin ... dan seterusnya." (HR Abu Daud, Tirmidzi, al-Hakim, dari sanad Umar bin Harits dari Said bin Hilal dari Huzaimah). Tirmidzi berkata, "Hadits hasan." Sedang al-Hakim berkata, "Hadits ini sahih sanadnya." Mulanya adz-Dzahabi menyepakati pernyataan kedua rawi, namun ternyata salah. Sebab dalam kitab al-Mizan, adz-Dzahabi menyatakan bahwa Khuzaimah itu majhul. Kami tidak mengetahui tepatnya sebab ia meriwayatkan secara tunggal dari Said bin Hilal. Pernyataan demikian juga diutarakan Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib. Bahkan oleh Imam Ahmad telah dinyatakan (bahwa Khuzaimah) sebagai tukang campur aduk riwayat. Kalau begitu, mana kesahihan ataupun kehasanan hadits tersebut?
- Hadits yang diriwayatkan dari Shafiyah. Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. masuk ke rumah menjumpai Shafiyah, istrinya yang di tangannya ada empat ribu batu kecil. Kemudian beliau bertanya, "Apa gerangan yang ada di tanganmu wahai kekasihku?" Aku (Shafiyah) menjawab, "Aku gunakan untuk bertasbih." Beliau bersabda, "Sungguh aku bertasbih lebih dari jumlah yang ada padamu itu." Aku katakan pada beliau, "Kalau begitu, ajarilah aku wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Ucapkanlah Subhanallah sebanyak makhluk yang telah diciptakan Allah (maksudnya sebanyak mungkin; penj.)" (HR Tirmidzi, al-Hakim, dan lain-lain). Kemudian Tirmidzi berkata, "Hadits ini gharib (asing). Kami tidak mengetahuinya kecuali hanya satu sanad."
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib berkata, "Hadits ini dha'if, dan Kunanah (seorang sanadnya) majhul (tidak dikenal) serta tidak ada yang menguatkannya kecuali Ibnu Hibban (yang dikenal di kalangan pakar hadits sebagai orang yang ringan dalam menguatkan hadits. penj.)"
Selanjutnya, sebagai bukti akan kelemahan kedua hadits tadi adalah karena ia bertentangan dengan hadits sahih yang warid dalam sahih Muslim, 83-84, Tirmidzi IV/274, dengan mensahihkannya, dan Ibnu Majah 1/23, serta musnad Imam Ahmad, 6, 325, 429. Di samping itu, terbukti kesahihan hadits yang ada dalam kitab Ash-Shihah bahwa sahibul kisah adalah Juwairiyah, bukannya Shafiyah. Kedua, sebutan batu-batu kecil tidak ada, alias munkar.
Khulashah polemik ini ialah bahwa unsur bid'ah ingin dikuatkan dan lebih ditonjolkan kemoderanannya, dengan maksud meninggalkan sunnah. Pada prinsipnya, satu alasan saja untuk menyanggah mereka telah lebih dari cukup, yakni, bukankah apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. jauh lebih afdhal ketimbang ajaran buatan manusia biasa, siapa pun orangnya? Subhaanallaah.
Hadits 84
"Kalian semuanya lebih utama darinya."
Hadits ini dha'if. Saya tidak mendapatkan dalam semua kitab hadits. Namun, saya dapatkan riwayat dari Ibnu Qutaibah dalam kitab Uyun al-Akhbar 1/26, dengan sanad yang sangat lemah yaitu dari Muhammad bin Ubaid, dari Muawiyah bin Umar,dari Abi Ishaq, dari khalid al-Hidza, dari Abi Qalabah, dari Muslim bin Yasar.
Dikisahkan dalam riwayat itu bahwasanya serombongan orang tengah bepergian. Ketika bertemu dengan Rasulullah saw. mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesunggguhnya kami tidak melihat manusia yang lebih utama setelah engkau daripada si Fulan. Ia selalu berpuasa di tengah harinya, di tengah malam selalu menjalankan shalat, sampai kami beranjak pergi. "Beliau kemudian bertanya, "Siapakah dari kalian yang bekerja untuknya (melayaninya)?" Mereka menjawab, "Kami semua, wahai Rasulullah." Rasul kemudian bersabda, "Sungguh kalian lebih utama darinya."
Riwayat ini sanadnya sangat lemah. Kendatipun kebanyakan perawinya tsiqah, namun hadits ini mursal. Abi Qalabah sendiri adalah orang yang suka mencampur-aduk perawi antara yang dijumpainya dengan yang tidak dijumpainya, sekalipun ia merupakan seorang faqih tabi'in yang baik. Karena itu, ia pun dimasukkan oleh Burhanuddin al-Halabi dalam kitabnya at-Tabi'in li Asmaa'il-Mudallisin halaman 21. Ibnu Hajar dalam kitabnya Thabaqat al-Mudallisin berkata, "Telah dinyatakan lemah oleh adz-Dzahabi dan al-Ala'i."
Hadits 85
"Ada tiga orang yang akan dibunuh dalam kejayaan kalian, dan semuanya anak khalifah, tetapi tidak seorang pun yang terkena. Kemudian muncullah bendera-bendera hitam dari arah timur membunuh kalian dengan pembunuhan yang belum pernah dilakukan oleh suatu kaum. Kemudian mereka menyebutkan sesuatu yang aku tidak menghafalnya. Kemudian beliau bersabda, 'Bila kalian melihatnya, baiatlah ia sekalipun kalian harus merangkak di atas salju karena sesungguhnya ia itu khalifah Tuhan, al-Mahdi.' Kemudian dalam riwayat lain, 'Bila kalian melihat bendera-bendera hitam dari arah Khurasan, datangilah biarpun dengan merangkak,' ... dan seterusnya."
Hadits ini munkar. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah 518, dan al-Hakim IV/463-464 dari sanad Khalid al-Hidza dari Abi Qalabah.
Adapun Ahmad dan al-Hakim telah mengeluarkannya dengan sanad dari Ali bin Zaid. Kemudian Imam Ahmad menyatakan lemahnya hadits tersebut. Juga Ibnul Jauzi menempatkannya dalam deretan hadits-hadits maudhu'. Adz-Dzahabi berkata, "Aku lihat hadits ini adalah munkar."
Sebenarnya hadits tersebut benar maknanya, namun yang benar adalah tanpa tambahan kalimat
"karena ia merupakan khalifah Tuhan" . Tambahan inilah yang dimaksud oleh adz-Dzahabi
sebagai munkar, karena dalam syariat memang tidak dibenarkan berkata manusia sebagai khalifah Tuhan. Karena itu,
Ibnu Taimiyah telah menjelaskan panjang lebar dalam kitabnya al-Fatawa al-Qubra II/ 416, dengan berkata, "Sungguh banyak orang yang menyangka secara salah seperti Ibnul Arabi bahwa yang dimaksud dengan khalifah adalah khalifah Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan. Allah tidaklah mempunyai wakil. Karena itu, Abu Bakar dengan tegas membantah ketika ditanya dengan kalimat, 'Wahai Khalifatullah'. Dengan segera ia menjawab, 'Aku bukanlah khalifah Tuhan, akan tetapi khalifah Rasulullah saw. Cukuplah itu."
Kemudian, justru sebaliknyalah, bahwa Tuhan itu adalah sebagai khalifah bagi selain-Nya. Rasul bersabda (berupa doa bepergian), "Allaahumma anta as-shahibu fis-safari wal-khalitfatu fil-ahli. Allaahumma ashibnaa flu safarinaa wakhlifnaa flu ahlinaa".
Akhirnya, Ibnu Taymiyah mengakhiri fatwanya itu dengan berkata,
"Barangsiapa yang menjadikan-Nya mempunyai khalifah, orang itu berarti telah menyekutukan-Nya, yakni musyrik."
Hadits 86
"Wabah sampar itu tikaman saudara-saudara kalian dari kalangan jin."
Hadits dengan lafazh dan matan seperti ini tidak ada sumbernya. Telah diriwayatkan oleh Ibnul Atsir dalam kitabnya an-Nihayah dalam bab wakhaza, yang mengikuti al-Harawi.
Ibnu Hajar berkata, "Saya tidak menjumpai hadits dengan lafazh yang demikian walaupun saya telah menyelidikinya sedetail mungkin, baik dari segi sanad maupun matannya, baik dalam kitab-kitab masyhur maupun kitab lainnya."
Menurut saya, hadits yang senada terdapat dalam kitab Musnad Imam Ahmad IV/hadits ke-395, 413, dan 417. Juga dalam kitab al-Mu'jam ash-Shaghir halaman 71 dan al-Hakim 1/50, dengan sanad dari Abu Musa al-Asy'ari secara marfu dengan matan:
Ath-Tha'un wakhzu a'daaikum minal jinni. Artinya:
"Wabah sampar itu tikaman musuh-musuhmu dari kalangan jin". Ini adalah hadits
sahih.
Hadits 87
"Bila khatib telah menaiki mimbar pada shalat Jum'at, maka tidak diperkenankan shalat ataupun berbicara."
Riwayat ini batil. Ath-Thabrani telah meriwayatkannya dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat seorang bernama Ayub bin Nuhaik yang dinyatakan dha'if oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitabnya al-Jarh wat-Ta'dil I/259.
Saya memvonis batil riwayat tersebut, sebab di samping sanadnya dha'if, maknanya pun bertentangan dengan hadits-hadits sahih lagi sangat masyhur. Silakan merujuk kitab Shahihain dan Kutubus Sunan bab shalat Jum'ah.
Hadits 88
"Tanaman adalah bagi si penanam, sekalipun ia memperoleh dengan cara merampas."
Hadits ini batil dan tidak ada sumbernya. Demikian pernyataan ash-Shau'ani dalam kitabnya Subulus Salam III/60, seraya menambahkan, "Tidak ada satu pun pakar hadits dan ahlus sunan yang meriwayatkannya."
Ketika menyelidikinya, saya tidak menemukan sumbernya, bahkan saya menemukan hadits-hadits sahih yang menyanggahnya. Misalnya hadits man ahyaa ardhan maitatan fahiya lahu wa laisa li araqin zhalimin haqqun (barang siapa menghidupkan tanah yang mati, tanah itu menjadi hak miliknya, dan tidak ada hak bagi yang mengeluarkan keringat dengan zalim).
Hadits 89
"Pemilik sesuatu barang lebih berhak membawanya, kecuali jika ia lemah atau tidak mampu membawa sendiri. Ketika itu, hendaknya saudaranya sesama muslim membantunya."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Ibnul Arabi dalam al-Mu'jam I/235, juga Ibnu Basyran dalam al-Amali II/53-54, dengan sanad dari Yusuf bin Ziyad al-Bashri, dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An'am.
Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam deretan hadits maudhu', sambil menegaskan bahwa Yusuf bin Ziyad sangat kondang dengan pemalsuannya dan seringnya meriwayatkan hadits batil.
Adapun al-Hakim, al-Iraqi, dan Ibnu Hajar menyatakan, riwayat tersebut dha'if. As-Sakhawi menyatakan dha'ifsekali. Sedangkan Ibnu Hibban berkata, "Yusuf bin Ziyad ini tukang palsu riwayat, walaupun mengambil hadits dari perawi-perawi yang kuat." Barangkali dengan ini saja cukuplah vonis tentang kelemahan atau kepalsuan hadits ini.
Hadits 90
"Hendaknya kalian memakai pakaian dari wol, niscaya kalian akan merasakan manisnya iman dalam hati kalian. Hendaknya kalian memakai pakaian dari wol, niscaya akan berkurang makan kalian. Hendaknya kalian memakai pakaian dari wol, karena dengannya akan dikenal kelak di hari kiamat. Sesungguhnya pakaian dari wol itu membuahkan hati bertafakur, sedangkan tafakur membuahkan hikmah, dan hikmah akan berjalan di dalam tubuh bersamaan dengan peredaran darah. Barangsiapa banyak bertafakur; akan sedikit makannya, tidak jelas kata-katanya dan menjadi lembut hatinya. Dan barangsiapa sedikit berpikirnya, akan banyak makannya, besar badannya, mengeras hatinya, sedangkan hati yang keras jauh dari surga dan dekat kepada neraka."
Hadits ini maudhu'. Telah diriwayatkan oleh Abu Bakar bin an-Naqur dalam kitab al-Fawa'id I/147-148, dan Ibnul Jauzi dalam kitabnya Ahadits al-Maudhu'at, dari sanad al-Khathib dari Muhammad bin Yunus al-Kadaimi, sambil berkata, "Riwayat al-Kadaimi tidak sahih. Dia tukang palsu hadits dan gurunya tidak dapat dijadikan hujjah."
Pernyataan Ibnul Jauzi disepakati oleh as-Suyuthi dalam kitabnya al-La'ali II/264, dengan menyatakan bahwa dalam hadits di atas terdapat idraaj (memasukkan kata tambahan dalam matan hadits. penj.) Imam Baihaqi berkata: "Tambahan itulah yang menjadikan hadits tersebut munkar."
Judul Asli: Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah
Judul: Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'
Penulis: Muhammad Nashruddin al-Albani
Penterjemah: A.M. Basamalah, Penyunting: Drs. Imam Sahardjo HM.
Cetakan 1, Jakarta
Gema Insani Press, 1994
Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740
Telp.(021) 7984391 - 7984392 - 7988593
Fax.(021) 7984388
Cetakan Pertama, Shafar 1416H - Juli 1995M
Sumber: http://media.isnet.org/hadits/dm1/index.html
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..