HADITS PERMATA : Mengenal Dirinya = Mengenal Tuhannya
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبّـَهُ
“Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-Nya”.
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dha’ifah (1/165) berkata,
“Hadits ini tidak ada asalnya” [Adh-Dha’ifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata,
“Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)” [Al-Maqashid (198) oleh As-Sakhowiy].
As-Suyuthiy berkata,
“Hadits ini tidak shahih” [Lihat Al-Qoul Asybah (2/351 Al-Hawi)].
Para Imam Muhaqqiqin (peneliti) mengatakan bahwa ungkapan ini
BUKANLAH UCAPAN Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam As Sakhawi, mengutip dari Abu Al Muzhaffar As Sam’ani yang mengatakan bahwa dia tidak mengetahui adanya ucapan seperti ini yang marfu’ (sampai kepada Rasulullah), dan diceritakan bahwa
INI ADALAH UCAPAN Yahya bin Muadz Ar Razi Radhiallahu ‘Anhu. Sedangkan Imam An Nawawi mengatakan bahwa ucapan ini tidaklah tsabit (kokoh) dari Rasulullah. (Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 220. Imam As Suyuthi, Ad Durar Muntatsirah, Hal. 18)
Sedangkan Imam Ash Shaghani dengan tegas memasukkannya dalam deretan
HADITS PALSU. (Imam Ash Shaghani, Al Maudhu’at, hal 2). Begitu pula Imam Ibnu Taimiyah menegaskan kepalsuan hadits ini. (Imam Al ‘Ajluni, Kasyf Al Khafa’, 2/262/2532. Mauqi’ Ya’sub)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengomentari ungkapan ini, katanya:
“Sebagian manusia ada yang meriwayatkan ini dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, padahal ini BUKANLAH UCAPAN NABI, dan tidaklah sama sekali tercantum dalam kitab-kitab hadits, dan tidak diketahui sanadnya. Tetapi, jika benar, ucapan ini diriwayatkan dalam kitab-kitab terdahulu, “Wahai manusia kenalilah dirimu niscaya kau akan kenal Tuhanmu.” (Majmu’ Fatawa, 16/349. Cet. 3, 2005M-1426H. Darul Wafa’. Tahqiq: Anwar Al Baz – ‘Amir Al Jazaar).
HADITS KEDUA : Siapa yang Adzan, itu yang Iqamat
“Barangsiapa yang adzan, maka dialah yang iqamat”. [HR. Abud Dawud (514), At-Tirmidziy (199), dan lainnya]
Hadits ini lemah karena berasal dari
Abdurrahman bin Ziyad Al-Afriqiy. Dia lemah hafalannya. Sebab itu Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dha’ifah (no. 35) dan Al-Irwa’ (237).
Syaikh Al-Albaniy berkata dalam Adh-Dha’ifah (1/110),
“Di antara dampak negatif hadits ini, dia merupakan sebab timbul perselisihan di antara orang-orang yang mau shalat, sebagaimana hal itu sering terjadi. Yaitu ketika tukang adzan terlambat masuk mesjid karena ada udzur, sebagian orang yang hadir ingin meng-iqamati shalat, maka tak ada seorang pun di antara mereka kecuali ia menghalanginya seraya berhujjah dengan hadits ini. Orang miskin ini tidaklah tahu kalau haditsnya lemah, tidak boleh mengasalkannya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, terlebih lagi melarang orang bersegera menuju ketaatan kepada Allah, yaitu meng-iqamati shalat”.
HADITS KETIGA : Do’a adalah senjata orang mu’min
Al-Imam Abu Ya’laa Al-Maushiliy rahimahullah meriwayatkan hadits berikut : Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Hammaad Al-Kuufiy, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid Al-Hamdaaniy, dari Ja’far bin Muhammad, dari Ayahnya, dari Kakeknya, dari ‘Aliy -radhiyallaahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Do’a adalah senjata orang mu’min, tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi.” [Musnad Abu Ya'laa no. 439]
Diriwayatkan pula oleh Al-Haakim (Al-Mustadrak 1/492); Al-Qudhaa’iy (Musnad Asy-Syihaab no. 143); ‘Abdul Ghaniy Al-Maqdisiy (At-Targhiib fiy Ad-Du’aa’ no. 10); Ibnu ‘Adiy (Al-Kaamil 7/372); semua dari jalan
Al-Hasan bin Hammaad, dari
Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid, dan seterusnya hingga ‘Aliy, secara marfuu’.
Abul Hasan Al-Haitsamiy dalam Majma’ Az-Zawaa’id 10/150 berkata : “Didalamnya ada
Muhammad bin Al-Hasan bin Abu Yaziid, dan dia matruuk.”
Jadi, tidak ada yang shahih dari sanad ini, melainkan ia sanad yang sangat lemah karena ‘illat yang telah disebutkan diatas. Bahkan Syaikh Al-Albani menggolongkan hadits ini ke dalam
hadits palsu sebagaimana pemaparannya di Adh-Dha’iifah 1/328.
HADITS KEEMPAT : Tuntutlah Duniamu
“Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup akan selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.
Ini bukanlah sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, walaupun masyhur di lisan kebanyakan muballigh di zaman ini. Mereka menyangka bahwa ini adalah sabda beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Sangkaan seperti ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali karena kebodohan mereka tentang hadits. Di samping itu, mereka hanya “mencuri dengar” dari kebanyakan manusia, tanpa melihat sisi keabsahannya.
Hadits ini diriwayatkan dua sahabat. Namun kedua hadits tersebut lemah, karena di dalamnya terdapat inqitho’ (keterputusan) antara rawi dari sahabat dengan sahabat Abdullah bin Amer. Satunya lagi, Cuma disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa sanad. Oleh karena itu,
Syaikh Al-Albaniy men-dho’if-kan (melemahkan) hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah (no. 8).
HADITS KELIMA : Tidak Mengenal Imamnya
“Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”.
Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata,
“Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan demikian . . .”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/525)]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asal-muasalnya,
“Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at”. [Lihat As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no. 350).
HADITS KEENAM : Agama Adalah Akal
Dalam ensiklopedia ini kami petikkan sebuah hadits yang biasa digunakan orang dan masyhur menunjukkan keutamaan akal dan pikiran. Namun, kebanyakan orang tidak mengenal kepalsuan hadits tersebut.
Adapun hadits yang dimaksud, lafazhnya sebagai berikut:
اَلدِّيْنُ هُوَ الْعَقْلُ, وَمَنْ لاَدِيْنَ لَهُ لاَ عَقْلَ لَهُ
“Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. [HR. An-Nasa`iy dalam Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma’ (2/104) dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya]
Hadits ini adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin Gholib. Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal. 25),
“Hadits yang berbicara tentang akal seluruhnya palsu”.
Oleh karena itu Syaikh Al-Albaniy berkata,
“Diantara hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits yang datang menyebutkan keutamaan akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut berkisar antara lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, diantaranya hadits yang dibawakan oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku menemukannya sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama sekali”. [Lihat Adh-Dhi’ifah (1/54)]
HADITS KETUJUH : Mengusap Tengkuk Ketika Wudhu'
Sebagian kaum muslimin, ketika dia berwudhu’, maka ia mengusap tengkuknya. Benarkah hal ini ada haditsnya yang bisa dijadikan hujjah?
Jawabannya: hadits ada namun ia merupakan hadits palsu.
مَسْحُ الرَقَبََةِ أَمَانٌ مِنَ الْغِلِّ
"Mengusap tengkuk merupakan pelindung dari penyakit dengki".
An-Nawawiy berkata dalam Al-Majmu’ (1/45),
“Ini adalah hadits palsu, bukan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-”.
Syaikh Al-Albaniy berkata,
“Hadits ini palsu”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/167)]
HADITS KEDELAPAN : Mengusap Kedua Kelopak Mata dengan Kedua Ibu Jari
Ada di antara kaum muslimin, biasa melakukan amalan yang terkadang tidak diketahui dasarnya. Setelah mengadakan pemeriksaan terhadap kitab-kitab hadits, ternyata berdasarkan hadits lemah, palsu, bahkan terkadang tidak ada dalilnya!!
Di antara amalan mereka ini yang tidak berdasar, yaitu mengusap kedua kelopak mata dengan kedua ibu jari. Mereka hanya berdasarkan hadits palsu yang dinisbahkan kepada Nabi Khidir.
Konon kabarnya Nabi Khidir -‘alaihis salam- berkata,
“Barangsiapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk mataku, Muhammad bin Abdullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kemudia ia mencium kedua ibu jarinya, dan meletakkannya pada kedua matanya, ketika ia mendengar muadzdzin berkata,
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ اللهِ
Maka ia tidak sakit mata selamanya” [HR. Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakr Ar-Raddad Al-Yamaniy dalam Mujibat Ar-Rahmah wa ‘Aza’im Al-Maghfirah dengan sanad yang terdapat di dalamnya beberapa orang majhul (tidak dikenal), disamping terputus sanadnya. Karenanya
Syaikh Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (1/173) dari riwayat Ad-Dailamy dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin (hal.182)]
HADITS KESEMBILAN : Menjaga Mata ketika Jima’ (Bersetubuh)
Melihat kemaluan istri ketika berhubungan adalah boleh berdasarkan hadits-hadits shahih. Adapun hadits yang berbunyi:
إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَاِريَتَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ الْعَمَى
"Apabila seorang diantara kalian berhubungan dengan istrinya atau budaknya, maka janganlah ia melihat kepada kemaluannya, karena hal itu akan mewariskan kebutaan". [HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil (2/75)].
Hadits ini adalah palsu karena dalam sanadnya terdapat
Baqiyah ibnul Walid. Dia adalah seorang
mudallis yang biasa meriwayatkan dari orang-orang pendusta sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hibban. Lihat Adh-Dho’ifah (195)
HADITS KESEPULUH : Hampir-Hampir Kefakiran Mendekati Kekufuran
Banyak di antara kaum muslimin pada hari ini yang jauh dari agamanya, tidak mau menghadiri majelis ilmu, karena sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan terkadang ia tertinggal shalat jama’ah. Mereka amat cinta kepada dunianya, namun lupa bekal akhiratnya.
Lalainya dengan kehidupan dunia sampai lupa akhiratnya, karena ada beberapa faktor diantaranya karena pernah mendengar hadits:
"Hampir-hampir kefakiran itu mendekati kekafiran." [HR.Al-'Uqoiliy dalam Adh-Dhu'afa' (419), dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (3/53) dari jalur Sufyan, dari Al-Hajaj dari Yazid Ar-Roqosyiy dari Anas secara marfu']
Hadits ini adalah hadits dho’if (lemah), tidak boleh diamalkan, diyakini, dan dikategorikan sebagai sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hadits ini lemah karena
Yazid Ar-Ruqosyiy dan
Hajjaj,
keduanya lemah. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albany men-dho’if-kannya dalam Takhrij Musykilah Al-Faqr (hal. 9).
Peringatan Buat pengunjung: Bagi yang ingin mengopi paste artikel dari website ini, sekiranya juga mengopi Footnote atau Jejak Kaki. Agar dapat memudahkan teman-teman lainnya untuk merajuk kesumbernya, terima kasih.
Demikianlah Artikel ini kami susun, yang tentunya masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dikemudian hari.
Dalam sebuah untaian kalimat yang indah Ibnu Rajab rahimahullah pernah berkata, “Allah tidak menjadikan ‘ishmah (selamat dari kesalahan) pada selain Kitab-Nya.” (Al-Qawaidul Fiqhiyyah, Ibnu Rajab, l/2)
Alhamdulilaahi Rabbil ‘aalamin..